DALAM API WAKTU
seperti tembakau hatiku
tak pernah merindukan hujan sabdamu
hanya memuja siraman air
dari tarian kata-katamu
tidakkah kau pastikan
adalah lidah tak berdaya: terbata
membiarkan perut, kaki, tangan,
mata, hidung, telinga
bersaksi sendiri
dalam raga hampa esok hari
basah air mata hanya di tanah
keluh sesal menjadi bah luka
dan tidakkah kau tajamkan mata-matamu
saf para pembual bergolong-golong
mengantri menjadi batu dan kayu
dalam api waktu
adalah dia yang bersaksi
tak pernah bersapa mengenal sendiri
Lamongan, Oktober 2010
PENGANTIN CAHAYA
jantungku adalah dingin puncak
berkerai kabut di ujung lambaian jejak
hatiku adalah sunyi hujan
merajut nafas dalam penghambaan
betapa sulit kulukis keindahan
dingin, kabut, sunyi, awan, hujan
tuhan
yang mendekap perjalananku kali ini
sungguh rumit kueja dengan kata
segala tercurah dalam satu alif
menjadikan aku seperti manggar
tertiup angin yang terjatuh pada kelopak
dan berbuah
betapa sublimnya nafasku
hingga tak pernah kutemu
dalam pengembaraan tidurku
dalam gelap batu
dan sekarang kau biarkan aku
berdiri di puncak ciptamu
merajut langkah waktu
tanpa mengenal panggilanmu
bersama jejak merapi menutup nadi hari
adakah tubuh sekeras ini di wajahmu
menyepakati yang haq
dari telapak takdirmu
maka seperti saat ini
esok restui aku bersila di puncak keabadianmu
menjadi pengantin cahaya arshmu
Bogor, Oktober 2010
TAMAN BUNGA PERSINGGAHAN
sebuah keniscayaan
lebur dalam pandangan
mengisahkan berkas penciptaan
pada titik keagungan
subhanallah
dari mata air langit
setetes kasih membelah biji
menjadi tangkai
menjalar daun
menebar warna
di batas bunga-bunga
masyaallah
taman bunga persinggahan ini
telah bersaksi akan tubuh ringkih
atas sepercik kesetiaan
dalam luka tertahan
“tak kan ada yang terpetik
dari keelokan kembang
hanya keagungan bermain-main
di balik fana jalan:
khuld adalah jawaban”
subhanallah
ada detak sungsang dalam jantungku
ada wajah cahaya masa lalu:
-aku masih mengingatmu-
Bogor, Oktober 2010
KONJUNGSI SEBUAH KERETA
dzikir kepala menjadi maya
menyaksikan berkas hitam
di garis telapak tangan
gaib dalam kesadaran angan
bukankah baru sore tadi
kau rajut benang harapan
pada sepenggala lengan
membuka motif perjalanan
saudaraku, biarkan aku menyapamu
sambutlah dalam hati rindu
ada lukisan bunga
pada kursi kereta
-mawar merah-
ah, tiba-tiba kutangkap dalam kaca
bunga cinta merekah
merahnya menjadi darah:
amis mewangi kamboja
dari kereta menuju kereta
pada rel berbeda
-kereta kencana-
dan perjalanan tidaklah diam
namun kembali pada permulaan
mengenali saudara sebadan
bertanya suatu alamat kediaman
Lamongan, Oktober 2010
KALI MAYA
pada sungai ini kupijak kembali
kaki-kaki angan di tebing kenangan
silam:
-air, ikan, jaring, permainan-
wus wayah tumandang lumrah
wolak-waliking lemah tumomo pasrah
sementara di sisi kiriku
berdiri lelaki tua
tanpa wajah:
-tanpa arah-
mengajakku bermain di kedalaman sungai jiwa
membentang jaring-jaring ketabahan
menangkap ikan-ikan keikhlasan
memilah bening mata air perjalanan
segala yang ada menemukan muara
bangkit dari yang lama
tenggelam dalam kali maya
seperti kalijaga di hening sugainya
Lamongan, Oktober 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
20 Tahun Kebangkitan Sastra-Teater Lamongan
A. Mustofa Bisri
A. Syauqi Sumbawi
Aguk Irawan MN
Alang Khoiruddin
Antologi Sastra Lamongan
Arti Bumi Intaran
Avontur
Balada
Bambang Kempling
Berita
Catatan
Cerpen
Eka Budianta
Esai
Fatah Anshori
Forum Sastra Lamongan
Friedrich Wilhelm Nietzsche
Hallaj
Herry Lamongan
Ignas Kleden
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Jacques Derrida
Jo Batara Surya
Kasnadi
Komunitas Deo Gratias
Kostela
Kuntowijoyo
M Thobroni
Maman S. Mahayana
Mardi Luhung
Masuki M. Astro
Memoar Purnama di Kampung Halaman
Muhammad Muhibbuddin
Naskah Teater
Nurel Javissyarqi
Octavio Paz Lozano (1914-1998)
PDS H.B. Jassin
Pringadi AS
Pringgo HR
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
PUstaka puJAngga
Radhar Panca Dahana
Resensi
S. Yoga
Sajak
Sajak-sajak Ragil
Sihar Ramses Simatupang
Soediro Satoto
Sumarlam
Sungatno
Supaat I. Lathief
Suryanto Sastroatmodjo
Sutardji Calzoum Bachri
Sutedjo
Sutejo
Syaiful Anam Assyaibani
Taufiq Wr. Hidayat
Tengsoe Tjahjono
TIM GURU 2014/2015
W.S. Rendra
Forum Sastra Lamongan
Imamuddin SA
Penulis bernama asli Imam Syaiful Aziz. Lahir di Lamongan 13 Maret 1986. Aktif di Kostela, PUstaka puJAngga, FSL, FP2L, dan Literacy Institut Lamongan. Karya-karyanya terpublikasi di: Majalah Gelanggang Unisda, Majalah Intervisi, Tabloid Telunjuk, Jurnal Kebudayaan The Sandour, Majalah Indupati, Warta Bromo, dan Radar Bojonegoro. Puisi-puisinya terantologi di: Lanskap Telunjuk, Absurditas Rindu, Memori Biru, Khianat Waktu, Kristal Bercahaya dari Surga, Gemuruh Ruh, Laki-Laki Tak Bernama, Kamasastra, Tabir Hujan, Sehelai Waktu, Kabar Debu, Tabir Hijau Bumi, Bineal Sastra Jawa Timur 2016, Pengembaraan Burung, Ini Hari Sebuah Masjid Tumbuh di Kepala, dan Serenada. Prosa-prosanya terpublikasi di: Mushaf Pengantin, antologi cerpen Bukit Kalam, Hikayat Pagi dan Sebuah Mimpi, Bocah Luar Pagar, Hikayat Daun Jatuh, dan Tadarus Sang Begawan. Pernah dinobatkan sebagai Juara 3 Mengulas Karya Sastra Tingkat Nasional tahun 2010, Harapan 2 Lomba Menulis Cerpen Tingkat Jawa Timur 2018, dan Juara 2 Lomba Menulis Puisi Se-Kabupaten Lamongan 2019. Nomor telepon 085731999259. Instagram: Imamuddinsa. FB: Imamuddin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar