Senin, 23 Juni 2008

Prosa-prosa Imamuddin SA

SENYUM ITU MAWAR

Jangan pernah bilang kalau aku tidak pernah tersenyum untukmu. Kau keliru besar. Kau tidak tahu apa yang sebenarnya hendak kucapai dari semua ini. Kau perlu tahu akan rahasia di balik senyuman seseorang. Salah satunya aku!

Aku sengaja saat ini tidak menunjukkan senyumku padamu. Sebab seseorang tidak akan tersenyum kecuali sebelumnya ia pernah menunjukkan kemuraman wajah kepada sesamanya. Begitu juga sebaliknya. Dan aku tidak ingin terlalu sering tersenyum padamu. Sebab kemuraman juga pasti akan banyak terhidang untukmu. Aku ingin wajar-wajar saja. Dan aku tak ingin kau tahu itu.
Seharusnya kau tahu, tidak selamanya sebuah senyuman yang terlempar itu suatu pertanda kebahagiaan. Atau suatu bukti kelegaan hati pelemparnya. Dan bahkan suatu pertanda seseorang kagum sekaligus bangga kepadamu. Senyuman itu sanggup menjadi bomerang untukmu. Ia sanggup menyerang balik kepadamu. Ini kau sadari atau tidak! Yang jelas, senyuman juga sebagian dari tanda pelecehan dan penghinaan terhadapmu. Di balik senyuman, kadang menyimpan luka yang mengangah.

Kau juga harus mengerti, jika senyuman itu laksana kembang mawar yang bersemi di rerimbun tangkainya. Membius jiwa-jiwa yang menikmati keindahannya. Melenakan kesiagaannya. Dan jika pemetiknya berada dalam kebutaan mata, maka ia akan tertusuk duri-duri sakralnya. Luka!

Baiklah, sejenak aku akan bilang padamu. Kemarin aku tersenyum untukmu. Ketika kau berpaling dan beranjak pergi dariku. Meski hanya sesaat. Aku tersenyum sebab kutahu, kau begitu perhatian padaku.


SUGESTI

Justru ini yang membuatku diterima di sisi-sisimu. Keyakinanku inilah yang membuatku kuat dalam menghadapi segala sesuatu yang hendak menimpaku. Ini seperti sugesti dalam hidupku. Kau boleh percaya atau tidak. Ini bisa kau buktikan sendiri jika keyakinanmu hanya sebatas ari padaku.

Benar! Jika kau ingin membuktikannya sendiri. Aku suka kepetusanmu. Sebab jangan serta merta percaya pada omongan seseorang, sebelum kau terlebih dulu membuktikannya. Biar kau tak termakan berita dusta. Dan dengan kuat pula kau akan meyakininya.

Sesungguhnya segala sesuatu yang kuhadapi dan berada di dekatku saat ini, itulah duniaku. Itu yang harus kukendalikan. Itu yang harus kukuasai. Itu yang harus kukhalifahi. Dan itu pula yang harus kumaknahi. Sebab aku tidak akan mampu menjangkau segala sesuatu yang berada jauh dariku sebelum kedekatan bersamaku. Entah aku yang mendekat atau sebaliknya.

Dan sesungguhya siapa pun yang ada di dekatku, itulah diriku dan keluargaku. Sebab tidak akan mungkin mereka yang jauh dariku akan memberi pertolongan kepadaku. Kecuali dia yang ada di sisiku. Dia yang ada bersamaku saat itu. Pun juga sebaliknya. Itulah keyakinanku yang selama ini bersemi dalam telaga hati. Yang harus kau buktikan lewat diri sendiri. Bukan dalam pesona ilusi.


DUNIAKU

Aku sekarang berada dalam dunia kecil ini. Sebuah dunia yang telah lama berada dalam dunia kesemestaan bersama dunia-dunia yang lain. Meskipun kecil, ia menyimpan kesemestaan dunia. Ah, entah! Mengapa aku bisa berpikir seperti itu? Aku malah bingung sendiri dengan kata-kataku! Aku harap kau tak seserius itu. Wajar-wajar sajalah. Dan jangan kau hiraukan perkataanku.

Saat itu kusandarkan tubuhku yang letih di sebuah batu besar. Dekat pohon ringin yang besarnya lumayan. Diiringi semilir angin yang menyejukkan tubuhku. Namun sayang, tak ada seteguk air pun yang mengelus tenggorokanku. Padahal terik matahari telah lama membakar perjalananku.

Kutengadahkan wajahku seraya menikmati belaian sang bayu. Tiba-tiba pikiranku tersentil. Menobatkan pohon di sisiku itu sebagai simbol pengayomanku. Keridangannya sanggup menghindarkanku dari sengatan surya yang begitu merayu. Akar-akaran yang tumbuh di tiap dahan rantingnya mengingatkanku akan sebuah fenomena. Ya, segala sesuatu yang berada di pesona ketinggian kelak pasti mengarah ke bawah. Orang yang berada di atas pemerintahan, sutu saat pasti lengser juga dan pada awalnya ia pun berasal dari bawah pula. Begitu juga dengan rahmat Tuhan. Ia senantiasa tercurah pada hambanya. Adzabnya pun pasti sama pula. Ah bukan adzab, tapi signal pengingat untukku yang telah lalai.

Di tempat itu, aku masih kehausan. Kerongkonganku kering. Ingin rasanya menguras air telaga lantas memasukkanya semua ke dalam perutku. Tapi aku sadar, ini hanya gejolak nafsuku semata. Segala yang bisa membuatku nikmat saat itu ingin kurengkuh semua. Padahal untuk menghilangkan kehausanku itu cukup dengan seteguk saja. Biar masalah baru tak datang menimpaku lagi. Seperti kaum Musa saat itu. Ya, duniaku sekarang adalah singgahsana fana. Dan nafsu adalah rajanya. Biar tak luka, aku harus menurunkannya.

1 komentar:

Team indocenter www.indocenter.biz mengatakan...

Assalamualaikum kawan, sy ada info blog anda bagus, anda jg bs berkunjung di blog sy untuk unisda. Di www.unisda.co.cc trima kasih.

Forum Sastra Lamongan

Imamuddin SA

Penulis bernama asli Imam Syaiful Aziz. Lahir di Lamongan 13 Maret 1986. Aktif di Kostela, PUstaka puJAngga, FSL, FP2L, dan Literacy Institut Lamongan. Karya-karyanya terpublikasi di: Majalah Gelanggang Unisda, Majalah Intervisi, Tabloid Telunjuk, Jurnal Kebudayaan The Sandour, Majalah Indupati, Warta Bromo, dan Radar Bojonegoro. Puisi-puisinya terantologi di: Lanskap Telunjuk, Absurditas Rindu, Memori Biru, Khianat Waktu, Kristal Bercahaya dari Surga, Gemuruh Ruh, Laki-Laki Tak Bernama, Kamasastra, Tabir Hujan, Sehelai Waktu, Kabar Debu, Tabir Hijau Bumi, Bineal Sastra Jawa Timur 2016, Pengembaraan Burung, Ini Hari Sebuah Masjid Tumbuh di Kepala, dan Serenada. Prosa-prosanya terpublikasi di: Mushaf Pengantin, antologi cerpen Bukit Kalam, Hikayat Pagi dan Sebuah Mimpi, Bocah Luar Pagar, Hikayat Daun Jatuh, dan Tadarus Sang Begawan. Pernah dinobatkan sebagai Juara 3 Mengulas Karya Sastra Tingkat Nasional tahun 2010, Harapan 2 Lomba Menulis Cerpen Tingkat Jawa Timur 2018, dan Juara 2 Lomba Menulis Puisi Se-Kabupaten Lamongan 2019. Nomor telepon 085731999259. Instagram: Imamuddinsa. FB: Imamuddin.